Sabtu, 09 Agustus 2014

Kisah Sahabat Rasulullah Yang Menghilang Karena Takut Dosa



“Mengapa tidak cabut saja nyawaku dan Engkau binasakan tubuhku, dan tidak membiarkan aku menanti keputusan!”

Generasi sahabat adalah generasi emas sepanjang sejarah. Banyak kisah keteladanan yang bisa digali dari mereka. 

Mulai dari kisah keberanian, konsistensi, hingga cerita tentang ketakwaan yang begitu kuat, seperti ditunjukkan oleh seorang sahabat Anshar yang bernama Tsa'labah bin Abdurrahman.

Pemuda yang belum memeluk Islam itu memiliki ketakwaan yang terpancar dari perilakunya. Ia pun dikenal dekat dengan Rasulullah SAW dan mempunyai semangat belajar yang tinggi. Suatu saat, Rasul pernah meminta bantuannya untuk menunaikan sebuah tugas.

Permintaan itu disambut dan dilaksanakan dengan baik oleh Tsa'labah. Di tengah-tengah perjalanan, ia melewati rumah sahabat Anshar. Secara tidak sengaja, ia melihat wanita yang tengah mandi tanpa satu pun helai benang di badannya. Tata letak dan bangunan rumah yang teramat sederhana memungkinkan hal itu terjadi.

Peristiwa itu bukannya membuatnya senang malah mendatangkan keresahan dan ketakutan akut pada dirinya. Ia khawatir perbuatannya itu akan menyulut turunnya wahyu. Tanpa berpikir panjang, ia akhirnya memutuskan untuk sembunyi dan kabur. 

Sebuah gunung yang terletak di antara Makkah dan Madinah menjadi tujuan Tsa'labah. Di lokasi ini, ia merenungi nasib dan menyesali perbuatannya tersebut.

Ia tak pernah berhenti berdoa. Bila malam tiba, ia keluar dari perbukitan dengan meletakkan tangannya di atas kepalanya sambil berkata, “Mengapa tidak cabut saja nyawaku dan Engkau binasakan tubuhku, dan tidak membiarkan aku menanti keputusan!”

Tak terasa, ia menghilang dari lingkungan Rasul dan segenap sahabatnya, lebih dari sebulan, tepatnya selama 40 hari.

Datanglah Malaikat Jibril AS menginformasikan apa yang terjadi kepada Rasul.

“Wahai Muhammad! Sesungguhnya Tuhanmu menyampaikan salam buatmu dan berfirman kepadamu, 'Sesungguhnya seorang laki-laki dari umatmu berada di gunung ini sedang memohon perlindungan kepada-Ku,'” ungkap malaikat penyampai wahyu itu.

Akhirnya Rasulullah memerintahkan Umar bin Khatab dan Salman al-Farisi untuk mencari Tsa'labah. Keduanya berangkat menuju perbukitan tempat persembunyian sahabat golongan Anshar tersebut. 

Di tengah-tengah misi itu, keduanya bertemu dengan seorang pengembala yang bernama Dzufafah.  Umar pun bertanya perihal keberadaan Tsa'labah kepad Dzufafah. 

“Jangan-jangan yang engkau maksud seorang laki-laki yang lari dari neraka Jahanam?” kata Dzufafah. “Bagaimana engkau tahu bahwa dia lari dari neraka Jahanam?” tanya Umar.

Dzufafah pun menjawab,  karena apabila malam telah tiba, dia keluar kepada kami dari perbukitan ini dengan meletakkan tangannya di atas kepalanya sambil berkata, “Mengapa tidak cabut saja nyawaku dan Engkau binasakan tubuhku, dan tidak membiarkan aku menanti keputusan!”

Merasa ciri-ciri yang disebutkan sesuai, Umar menegaskan bahwa sosok tersebut adalah Tsa'labah. Ketiganya pun lantas berangkat mencarinya bersama-sama. Menjelang malam, Tsa'labah muncul dengan kebiasannya seperti dicontohkan oleh si penggembala.  Secara diam-diam, Umar mendekati lantas memeluknya. “Wahai Umar! Apakah Rasulullah telah mengetahui dosaku?” kata Tsa'labah.

Umar menjawab tidak tahu menahu, yang jelas, sepengetahuan sosok yang dikenal dengan gelar al-Faruq itu, Rasul kerap mencari-carinya. “Kemarin beliau menyebut-nyebut namamu lalu mengutus aku dan Salman untuk mencarimu.” Tsa'labah meminta agar keduanya tidak membawa menghadap Rasul, kecuali ketika tengah shalat.

Permintaan itu dikabulkan. Ketiganya kembali ke Rasulullah sewaktu shalat, lalu menyusul di belakangnya. 

Tiba-tiba, Tsa'labah jatuh pingsan ketika mendengar Rasul membaca ayat yang berisikan tentang siksa neraka. Usai shalat, Rasul menanyakan kepada Umar dan Salman, apakah misi mereka berdua berhasil.   

Keduanya menjawab, “Ini dia, wahai Rasulullah!” Maka Rasulullah berdiri dan menggerak-gerakkan tubuh Tsa'labah lantas ia siuman. “Mengapa engkau menghilang dariku?” tanya Rasul. Tsa'labah menjawab, “Dosaku, ya Rasulullah!”

Rasul menimpali, bukankah ia telah mendapat pelajaran tentang ayat yang dapat menghapuskan dosa dan kesalahan. “Benar, wahai Rasulullah.” Jawabnya.

Rasulullah bersabda, “Katakan… Ya Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan di akhirat serta peliharalah kami dari azab neraka.” (QS al-Baqarah [2]: 201.

Tsa'labah berkata, “Dosaku, wahai Rasulullah, sangat besar.” 

Rasul meyakinkan, “Akan tetapi, firman Allah lebih besar.”

Singkat kata, Tsa'labah akhirnya pulang dan beberapa hari kemudian ia jatuh sakit selama delapan hari. Rasul menjenguknya dan meletakkan kepala Tsa'labah di atas pangkuannya. Akan tetapi, Tsa'labah menyingkirkan kepalanya dari pangkuan Rasul. Rasul terheran, dan bagi Tsa'labah perbuatannya itu sepadan karena besarnya dosa yang ia perbuat.

Rasul pun bertanya, apa keinginan Tsa'labah. Ia menjawab dosanya ingin diampuni. Jibril pun turun dan memberikan kabar gembira, bahwa dosa-dosa Tsa'labah telah terampuni. 

Mendengar yang disampaikan Rasul dari Jibril tersebut, Tsa'labah lega dan akhirnya meninggal dunia. Rasul ikut bahagia, lantaran banyak malaikat yang melayat sahabat tercintanya itu.


Oleh: Nashih Nashrullah

-----------------------------------------------------------
Sumber : 

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/14/08/09/na0jmp-kabur-akibat-takut-dosa-1

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/14/08/09/na0k5h-kabur-akibat-takut-dosa-2

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/14/08/09/na0kbl-kabur-akibat-takut-dosa-3habis


0 komentar:

Posting Komentar